272 Kata
Selamat pagi, cahaya yang tak henti bersinar dan embun yang
berusaha menyadarkanku dengan tetesan peluhnya di mataku. Sedalam – dalamnya
kutarik nafas udara sejuk pagi ini, kusambut sapaan gemulai dedaunan
menyegarkan mata. Tak lupa pula kuucapkan syukur pada sang pencipta alam yang
mulai usang tergerus keserakahan insan. Apapun keadaannya, sekarang ini adalah
duniaku, dunia yang penuh dilema tak menentu dan tak henti bertengkar pada
setiap nafsu.
Ya... hanya mereka yang menyambutku, tak ada kata manis yang
dapat mengudarakanku di ujung langit ke tujuh. Hampa? Tentu, seakan hidup
hambar tanpa ada rasa yang mewarnai. Namun, diujung hati memberi sadar, masih
ada nyanyian yang selalu disenandungkan oleh orang tuaku, yang mulai menua
dengan semangat kerja keras. Jujur... tanpa kalian di sisiku, membuatku rindu
hampir mati menjalani kebenaran hidup ini.
Bulan?
Bintang?
Pelangi?
Taburan coklat?
Cinta?
Aku
benar – benar rindu kalian. Sekarang nafasku mulai sesak menahan segala rindu
yang ada. Tak inginkah kalian mendengar keluh kesahku? Ya.. mungkin kalian
telah lelah karena tak ada kegembiraan yang terdengar.
Mungkin kata maaf cukup untuk membuatmu terdiam. Maaf tak
gembira, karena senyumku telah dibawa sang pujaan yang mungkin tak akan
kembali. Sang pujaan yang telah bahagia dengan pendamping hidupnya. Pendamping
selamanya? Iya... kuharap demikian.
Biarlah kucari sang pujaan lain yang senantiasa tulus
membalas cintaku, kasih sayang yang selalu dituturkan lewat senda gurau di kala
senja menghampiri, dan tatapan mata yang berbinar memandang bersama lantunan
ayat suci.
Sang pujaan lain, apakah kau bisa merasakan? Aku mencintaimu
dalam diam. Jujur? Bisakah? Biarkan syair sujudku melantunkan cinta ini,
biarlah tahajud cintaku yang meridhoi, dan biarlah Allah yang menjawabnya
nanti. Ketika ada restu halal bersama, kegembiraan akan ada bersama sakinah,
mawaddah, dan rohmah. (Qys)
Komentar
Posting Komentar